Jumat, 19 Desember 2008

Ijaroh

IJARAH


  1. PENDAHULUAN

Sebelum dijelaskan pengertian sewa-menyewa dan upah atau Ijarah, terlebih dahulu akan dikemukakan mengenai makna operasional Ijarah itu sendiri. Transaksi Ijarah merupakan salah satu bentuk kegiatan muamalah yang banyak dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup. Idris Ahmad dalam bukunya berpendapat bahwa Ijarah berarti upah mengupah, hal ini terlihat ketika beliau menerangkan rukun dan syarat upah mengupah.


  1. PEMBAHASAN

    1. Pengertian Dan Landasan Hukum Ijarah

Ijarah secara bahasa berarti upah dan sewa jasa/imbalan merupakan transaksi yang memperjual belikan manfaat suatu harta benda. Transaksi Ijarah merupakan salah satu bentuk kegiatan muamalah yang banyak dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Kebolehan transaksi Ijarah ini didasarkan sejumlah keterangan Al-Qur’an dan Hadits, antara lain sebagaimana di bawah ini:

وَإِنْ أَرَدتُّمْ أَن تَسْتَرْضِعُواْ أَوْلاَدَكُمْ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُم مَّا آتَيْتُم بِالْمَعْرُوفِ وَاتَّقُواْ اللّهَ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ{سورة البقرة ۲۳۳}

“Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”(QS. Al Baqarah 233)


Al-Ijarah berasal dari kata al-ajru yang arti menurut bahasanya adalah al-iwadl yang artiu dalam bahasa Indonesianya ialah ganti dan upah.




Sedang menurut istilah, para ulama berbeda-beda mendefinisikan Ijarah, antara lain adalah sebagai berikut:

    1. Menurut Hanafiah bahwa ijarah adalah:

عقد يفيد تتمليك منفعة معاومة مقصودة من العين المستأجرة بعوض


“Akad untuk membolehkan pemilihan manfaat yang diketahui dan disengaja dari suatu zat yang disewa dengan imbalan”


    1. Menurut Malikiyah bahwa Ijarah adalah:

تسمية التعاقد على منفعة الاد مي وبغض المنقولان

“Nama bagi akad-akad untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan untuk sebagian yang dapat dipindah-pindahkan.1



عقد على منفعة معلمة مقصودة قبلة للبذروالاباحة بعوض وضعا

“Akad atas manfaat yang diketahui dan disengaja untuk memberi dan membolehkan dengan imbalan yang diketahui ketika itu”


    1. Menurut Muhammad As-Syarbini Al-Katib bahwa yang dimaksud dengan Ijarah ialah:

تمليك منعفة بعوض بشروط

“Pemilikan manfaat dengan adanya imbalan dan syarat-syarat.2


    1. Menurut Sayyid Sabiq bahwa ijarah ialah “suatu jenis akad yang akad untuk mengambil manfaat dengan jalan pergantian.”

    2. Menurut Hasbi Asy-Shidhiqie bahwa Ijarah adalah:

عقدموضوعةالمبادلة على منفعة الشيئ بمدة محدودة أى تمليكهابعوض فحى بيع المنافع


“Akad yang obyeknya ialah penukaran manfaat untuk masa tertentu, yaitu pemilikan manfaat dengan imbalan, sama dengan menjual manfaat”3


    1. Menurut Idris Ahmad bahwa upah artinya mengambil manfaat tenaga orang lain dengan jalan memberi ganti menurut syarat-syarat tertentu.”

Dasar-dasar hukum atau rujukan Ijarah adalah al Qur’an, as Sunnah dan al Ijma’.

      • Dasar hukum Ijarah dalam al Qur’an adalah:

فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ{سورة الطلاق ٦}

“Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu untukmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya.”


      • Dasar Hukum Ijarah dari al Hadits adalah:

أعطواالأجيرأجره قبل ان يجف عرقه

“Berikanlah olehmu upah orang sewaan sebelum keringatnya kering (HR. Ibnu Majjah)


      • Landasan Hukum Ijma' adalah semua umat bersepakat, tidak ada serang ulama pun yang membantah kesepakatan (ijma’) ini. Sekalipun ada beberapa orang diantara mereka yang berbeda pendapat, akan tetapi hal itu tidak dianggap.4


    1. Obyek Ijarah Dan Persyaratannya

Dalam beberapa definisi yang disampaikan dimuka dapat digaris bawahi bahwasanya Ijarah sesungguhnya merupakan sebuah transaksi atas suatu manfaat. Tidak semua harta benda boleh diakadkan Ijarah atasnya, kecuali yang memenuhi persyaratan berikut ini:

      1. Manfaat dari obyek akad harus diketahui secara jelas.

      2. Obyek Ijarah dapat diserah terimakan dan dimanfaatkan secara langsung dan tidak mengandung cacat yang menghalangi fungsinya. Tidak dibenarkan transaksi ijarah atas harta benda yang masih dalam penguasaan pihak ketiga.

      3. Obyek Ijarah dan pemanfaatannya haruslah tidak bertentangan dengan hukum-hukum syara’.

      4. Obyek yang disewakan adalah manfaat langsung dari sebuah benda.

      5. Harta benda yang menjadi obyek Ijarah haruslah harta benda yang bersifat isti’maly, yakni harta benda yang dapat dimanfaatkan berulang kali tanpa mengakibatkan kerusakan dzat dan pengurangan sifatnya, contoh: tanah, rumah, mobil. Sedangkan benda yang sifat istilaqy, harta benda yang rusak, berkurang klarena pemakaian seperti makanan, buku tulis, tidak sah Ijarahnya.5


    1. Rukun-Rukun Ijarah

Rukun-rukun Ijarah adalah sebagai berikut:

        1. Mu’jir dan Musta’jir, yaitu orang yang melakukan akad sewa menyewa atau upah mengupah. Mu’jir adalah yang memberikan upah dan yang menyewakan, Mu’tajir adalah orang yang menerima upah untuk melakukan sesuatu dan yang menyewa sesuatu. Disyaratkanbagi mu’jir dan musta’jir adalah bakligh, berakal, cukup melakukan fasbatruk (mengendalikan harta)dan saling meridloi.

        2. Shighat Ijab Qabul antara Mu’jir dan Musta’jir, Ijab Qabul sewa menyewa dan upah mengupah.

        3. Ujrah disyaratkan diketahui jumlahnya oleh kedua belah pihak, baik dalam sewa menyewa dan upah mengupah.

        4. Barang yang disewakan atau sesuatu yang dikerjakan dalam upah mengupah, disyaratkan pada barang yang disewakan dengan beberapa syarat, yaitu:

          • Hendaklah barang yang menjadi obyek sewa menyewa dan upah mengupah dapat dimanfaatkan kegunaannya.

          • Hendaklah benda yang menjadi obyek sewa menyewa dan upah mengupah dapat diserahkan kepada penyewa dan pekerja berikut kegunaannya (khusus dalam sewa menyewa).

          • Manfaat dari benda yang disewa adalah perkara yang mubah (boleh) menurut Syar’i, dan bukan hal yang dilarang (diharamkan).

          • Benda yang di sewakan disyaratkan kekal ‘ain (dzat)nya hingga waktu yang ditentukan menurut perjanjian dalam akad.

Adapun Ijarah yang mentransaksikan suatu pekerjaan atau seorang pekerja atau buruh, harus memenuhi beberapa persyaratan-persyaratan berikut:

  • Perbuatan tersebut harus jelas batas waktu pekerjaan.

  • Pekerjaan yang menjadi obyek Ijarah tidak berupa pekerjaan yang menjadi kewajiban musta’jir sebelum berlangsung akad Ijarah.

Selain persyaratan yang berkenaan dengan obyek Ijarah hukum Islam juga mengatur sejumlah persyaratan yang berkaitan dengan ujrah (upah/ongkos sewa):

        • Upah harus berupa mal mutaqawwamim dan upah tersebut harus dinyatakan secara jelas.

        • Upah harus berbeda dengan jenis obyeknya.


    1. Upah Dalam Pekerjaan Ibadah

Madzhab Hanafi berpendapat bahwa Ijarah dalam perbuatan taat seperti menyewa orang lain untuk sholat, puasa, haji atau membaca al Qur’an yang pahalanya dihadiahkan kepada orang tertentu, seperti kepada arwah ibu bapak orang yang menyewa, adzan, iqamat, dan menjadi imam haram hukumnya mengambil upah dari pekerjaan tersebut,6 sesuai sabda Rasulullah SAW:

أقرأواالقرأن ولاناكلوابه

“Bacalah olehmu al Qur’an dan jangan kamu (cari) makan dengan cara itu.”

Perbuatan seperti adzan, iqamah, shalat, haji, puasa, membaca al Qur’an dan dzikir adalah tergolong perbuatan taqorrub kepada Allah, karenanya tidak boleh mengambil upah untuk pekerjaan itu selain dari anak.

Menurut madzhab Hambali bahwa pengambilan upah dari pekerjaan adzan, iqamah, mengajarkan al Qur’an, fiqih, hadits, badal haji, puasa adalah tidak boleh, diharamkan bagi pelakunya untuk mengambil upah tersebut. Tapi boleh mengambil upah dari pekerjaan-pekerjaan tersebit jka termasuk kepada mahslib, seperti mengajarkan al Qur’an, hadits, fiqih, dan haram mengambil upah yang termasuk taqorrub seperti membaca al Qur’an, shalat dan lain-lain.

Madzhab Malik, Syafi’i, dan Ibnu Hazm membolehkan mengambil upah sebagai imbalan mengajarkan al Qur’an dan ilmu-ilmu, karena ini termasuk jenis imbalan perbuatan yang diketahui dan dengan tenaga yang diketahui pula.

Dijelaskan oleh Sayyid Sabbiq dalam kitabnya fiqih sunnah, para ulama memfatwakan tentang kebolehan mengambil upah yang dianggap sebagai perbuatan baik, seperti para pengajar al Qur’an, guru-guru disekolah yang dibolehkan mengambil upah, karena mereka membutuhkan tunjangan untuk dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya.

Abu Hanifah dan Ahmad melarang pengambilan upah dari tilawat al Qur’an dan mengajarkannya dengan taat dan ibadah. Malik berpendapat boleh mengambil imbalan dari pembacaan dan pengajaran al Qur’an, adzan dan badal haji.


    1. Pembayaran Upah Dan Sewa

Hak menerima bagi Musta’jir adalah sebagai berikut:

            • Ketika pekerjaan selesai dikerjakan, beralasan pada hadits yang diriwayatkan Ibnu Majjah, Rasulullah SAW. bersabda:


أعطواالاحيرأجرة قبلام يحف عرقه

“Berikanlah upah sebelum keringat pekerja itu kering.”

            • Jika menyewa barang, maka uang sewaan dibayar ketika akad sewa, kecuali bila dalam akad ditetukan lain, manfaat barang yang diijarahkan menglirkan selama penyewaan berlangsung.


    1. Beberapa Masalah Dalam Praktek Ijarah

              1. Perihal pemanfaatan barang.

Jika seseorang menyewa sebuah rumah tempat tinggal, maka ia berhak memanfaatkan fungsi rumah tersebut sebagai tempat tinggal, baik untuk dirinya maupun untuk orang lain. Ia juga berhak men-tasharub-kan fungsi rumah tersebut, sepanjang ia tidak menyalahi fungsi rumah tersebut

Jika seseorang menyewa sebidang tanah, maka dalam akad harus dijelaskan fungsi tanah tersebut, apakah untuk pertanian, perkebunan atau mendirikan bangunan. Pihak penyewa tidak berhak memanfaatkan tanah kecuali untuk fungsi yang dinyatakan dalam akad.

              1. Perihal perbaikan obyek sewa.

Terkadang sebuah obyek persewaan tidak dilengkapi sarana yang layak untuk menunjang fungsinya, seperti rumah yang tidak dilengkapi dengan sumur, tidak ada saluran air, atau tidak berjendela, gentengnya pecah-pecah. Siapakah yang wajib memperbaikinya, apakah pihak penyewa atau pemilik?

Semua bentuk perbaikan fisik rumah yang berkenaan dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal pada prinsipnya menjadi kewajiban pemilik rumah. Sekalipun demikian pihak penyewa tidak berhak menuntut perbaikan fasilitas rumah. Sebab pihak pemilik menyewakan rumah dengan segala kekurangan yang ada. Dan kesepakatan pihak penyewa tentunya dilakukan setelah mempertimbangkan segala kekurangan yang ada. Kecuali perbaikan fasilitas tersebut dinyatakan dalam akad. Adapun kewajiban pihak penyewa sebatas pada perawatan, seperti menjaga kebersihan/ tidak merusak. Sebab di tangan pihak penyewa barang sewaan sesungguhnya merupakan amanat.

              1. Kerusakan barang sewaan.

Akad Ijarah dapat dikatakan sebagai akad yang menjual belikan antara manfaat barang dengan sejumlah imbalan sewa (ujrah). Dengan demikian tujuan Ijarah dari pihak penyewa adalah pemanfaatan fungsi barang secara optimal. Sedang dari pihak pemilik, Ijarah bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dari ongkos sewa.

Apabila obyek sewa rusak sebelum terjadi penyerahan maka akad Ijarah batal. Apabila kerusakan tersebut terjadi setelah penyerahan maka harus dipertimbangkan faktor penyebab kerusakan tersebut. Kalau kerusakan tersebut tidak disebabkan karena kelalaian, kecerobohan pihak penyewa dalam memanfaatkan barang sewaan, maka pihak penyewa berhak membatalkan sewa dan menuntut ganti rugi atas tidak terpenuhinya hak manfaat barang. Sebaliknya jika kerusakan tersebut disebabkan kesalahan pihak penyewa, maka pihak pemilik tidak berhak membatalkan akad sewa, tetapi ia berhak menuntut perbaikan atas kerusakan barang.

Demikian juga bila barang tersebut hilang atau musnah, maka segala bentuk kecerobohan menimbulkan kewajiban atau tanggung jawab atas pelakunya, dan pada sisi lain mendatangkan hak menuntut ganti rugi bagi pihak yang dirugikan.


    1. Pembatalan Dan Berakhirnya Ijarah

Ijarah dapat batal dan berakhir apabila:

                1. Terjadi cacat pada barang sewaan yang kejadian itu terjadi pada tangan penyewa.

                2. Rusaknya barang yang disewakan.

                3. Rusaknya barang yang diupahkan (ma’jur alaih), seperti baju yang diupahkan untuk dijahitkan.

                4. Terpenuhinya manfaat yang diakadkan, berakhirnya masa yang telah ditentukan dan selesainya pekerjaan.

                5. Menurut Hanafiah, boleh Fasakh Ijarah dari salah satu pihak, seperti yang menyewa toko untuk dagang, kemudian dagangannya ada yang mencuri, maka ia dibolehkan mem-fasakh-kan sewaan itu.





Kepustakaan

Ghufron A. Mas’adi, Fiqih Muamalah Kontekstual, Jakarta , PT Raja Grafindo Persada, 2002.


Al-Khatib, Al-Iqna.


Hedi Suhendi, Fiqih Muamalah, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2002.


Fiqih as Sunah.


Abdur Rahman al Jazairy, Kitab al Fiqh ‘ala Madzhahib, Al Arba’ab, Juz III.


H. Hanai Suhendi, Fiqih Muamalah, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2002.

1 Ghufron A. Mas’adi, Fiqih Muamalah Kontekstual, Jakarta , PT Raja Grafindo Persada, 2002, Hal: 81

2 Al-Khatib, Al-Iqna, Hal: 70

3 Hedi Suhendi, Fiqih Muamalah, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2002, Hal: 85-86

4 Fiqih as Sunah, Hal: 18

5 Abdur Rahman al Jazairy, Kitab al Fiqh ‘ala Madzhahib, Al Arba’ab, Juz III, Hal: 111

6 H. Hanai Suhendi, Fiqih Muamalah, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2002, Hal: 118

Tidak ada komentar:

Posting Komentar